A.
Definisi Psikoanalisis
Psikoanalisis
adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia
dan metode psikoterapi. Psikoanalisis berasal dari uraian tokoh psikoanalisa
yaitu Sigmund Freud yang mengatakan bahwa gejala neurotic pada seseorang timbul
karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya
dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatic dari
pengalaman seksual pada masa kecil. Selain itu, Freud juga mengatakan bahwa
perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan irasional yang tidak disadari dari
dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa lima
tahun pertama dalam kehidupannya.
B.
Konsep Utama Terapi Psikoanalisis
1.
Struktur
kepribadian
Ø Id : Tidak memiliki kontak yang nyata dengan dunia nyata, id
berfungsi untuk memperoleh kepuasan sehingga disebut sebagai prinsip kesenangan
Ø Ego : Disebut juga sebagai prinsip kenyataan. Ego berhubungan
langsung dengan duni nyata, ego juga memiliki peran untuk mengambil keputusan
dalam kepribadian. Ego menjadi penengah/penyeimbang antara id dan superego
Ø Super Ego : Disebut sebagai prinsip ideal. Kepribadian yang terlalu
didominasi oleh super ego akan merasa selalu bersalah, rasa inferiornya yang
besar.
2.
Kesadaran
& Ketidaksadaran
Ø Konsep ketidaksadaran:
ü Mimpi yang merupakan pantulan dari kebutuhan, kenginan dan konflik
yang terjadi dalam diri
ü Salah ucap / lupa
ü Sugesti pasca hipnotik
ü Materi yang berasal dari teknik asosiasi bebas
ü Materi yang berasal dari teknik proyektif
3.
Kecemasan
Adalah suatu keadaan tegang atau
takut yang mendalam akan peristiwa yang akan terjadi/belum terjadi. Kecemasan
juga timbul akibat konflik dari id, ego, dan superego. Kecemasan terdiri dari 3
jenis yaitu kecemasan neurosis yaitu cemas akibat bahaya yang belum diketahui,
kecemasan moral yaitu cemas akibat konflik antara kebutuhan nyata/realistis dan
perintah superego, dan yang ketiga adalah kecemasan realistis yaitu kecemasan
yang terkait dengan rasa takut misalnya kecemasan akan bahaya.
C.
Tujuan Terapi :
1.
Mengungkapkan
konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrem dan
reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini.
2.
Membentuk
kembali struktur karakter individu dengan membuat pasien sadar akan hal yang
selama ini tidak disadarinya.
3.
Focus
pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
D.
Peran Terapis :
1.
Membantu
pasien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan
hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
2.
Membangun
hubungan kerja dengan pasien, dengan banyak mendengar & menafsirkan
3.
Terapis
memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan pasien
4.
Mendengarkan
kesenjangan & pertentangan pada cerita pasien
E.
Teknik Terapi Psikoanalisa:
1.
Asosiasi
bebas :
Terapi asosiasi bebas adalah suatu
metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu & pelepasan emosi-emosi
yg berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu. Pasien secara bebas
mengungkapkan segala hal yang ingin dikemukakan, termasuk apa yang selama ini
ditekan di alam bawah sadar. Pasien mengungkapkan tanpa dihambat atau dikritik.
Namun, ada hal yang menjadi salah satu hambatannya yaitu pasien melakukan
mekanisme pertahanan diri saat mengungkapkan hal, sehingga tidak semua hal bisa
terungkap. Maka, pasien diminta untuk berbaring di dipan khusus dan
psikoanalisnya duduk di belakang. Pasien dan psikoanalis tidak berhadapan
langsung, sehingga diharapkan pasien dapat mengungkapkan pikirannya tanpa
merasa terganggu, tertahan, atau terhambat oleh terapis.
2.
Penafsiran
Adalah suatu prosedur dalam
menganalisa asosiasi bebas, mimpi, resistensi dan transferensi. Dengan kata
lain teknik ini digunakan untuk menganalisis teknik-teknik yang lainnya.
Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan,
menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang
dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi dan
hubungan terapeutik itu sendiri.
3.
Analisis
Mimpi
Adalah prosedur yang penting untuk
menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada pasien atas
beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud menganggap bahwa mimpi
merupakan jalan keluar menuju kesadaran karena pada saat tidur, semua pemikiran
yang ditekan di alam bawah sadar bisa muncul ke permukaan. Pada teknik ini
difokuskan untuk mimpi-mimpi yang berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada
taraf mengganggu.
4.
Analisis
Resistensi
Adalah dinamika yang tidak disadari
untuk mempertahankan kecemasan. Terapis harus bisa menerobos kecemasan yang ada
pada pasien sehingga pasien bisa menyadari alasan timbulnya resitensi tersebut.
Setelah klien bisa menyadarinya, pasien bisa menanganinya dan bisa mengubah
tingkah lakunya.
5.
Analisis
Transferensi/Pengalihan
Adalah teknik utama dalam terapi
psikoanalis karena dalam teknik ini, masa lalu dihidupkan kembali. Pada teknik
ini diharapkan pasien dapat memperoleh pemahaman atas sifatnya sekarang yang merupakan
pengaruh dari masa lalunya.
RATIONAL
EMOTIVE THERAPY (RET)
A.
Definisi RET
Teori
ini mulai dikembangkan oleh Albert Ellis (lahir tahun 1913) di Amerika Serikat.
Ellis berpendapat bahwa teori rasional emotif yang dikembangkan awal tahun
1960-an adalah merupakan gelombang baru yang ketiga dalam dunia treatment psikologis,
setelah munculnya gelombang pemikiran psikoanalitik dari Sigmund Freud di Eropa
dan gelombang pemikiran Rogerian di Amerika sekitar tahun 1950-an.
B.
Konsep Dasar
Konsep dasar RET adalah sebagai
berikut:
1.
Manusia
dilahirkan dengan berbagai kekuatan dan potensi untuk kehidupan. Salah satu
kekuatan yang unik pada manusia adalah potensi berpikir rasional. Di samping
itu ada pula potensi lainnya, yakni berpikir irasional.
2.
Pikiran
dan emosi adalah dua potensi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Emosi selalu menyertai proses berpikir.
3.
Berpikir
irasional adalah merupakan kenyataan hidup manusia yang terbentuk melalui
pengalaman-pengalaman serta proses belajar yang tidak logis, yang diperoleh
dari orang tua, keluarga, masyarakat dan kebudayaan.
4.
Emosi
dan pemikiran-pemikiran negatif yang bersifat merusak diri harus ditangani
melalui pemikiran yang rasional, sehingga pemikiran yang irasional dapat diubah
ke arah pemikiran yang rasional.
5.
Perasaan
dan pikiran sangat erat hubungannya. Namun, kedua potensi ini mempunyai sifat
dan fungsi saling komplementer.
C.
Tujuan Konseling
1.
Tujuan
umum:
a.
Memperbaiki
dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis
agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization-nya
seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.
b.
Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti: rasa benci,
rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was, rasa marah.
Sebagai konsekuensi dari cara berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan
jalan melatih dan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan,
nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
2.
Tujuan
khusus:
a.
Self
Interest : menciptakan kesehatan mental
termasuk keseimbangan emosional pada seseorang terletak pada diri sendiri,
bukan dari orang lain. Maka konseling harus berfokus pada kesadaran diri klien
itu sendiri.
b.
Self
Direction : individu yang memiliki
kesehatan mental yang baik akan selalu bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri.
c.
Tolerance : mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap
orang lain meskipun ia bersalah.
d.
Acceptance
of Uncertain :
individu yang matang emosinya bersedia menerima kenyataan bahwa di dunia ini
segala sesuatu mungkin terjadi.
e.
Fleksibel : mendorong klien agar luwes dalam bertindak secara
intelektual, terbuka terhadap suatu masalah sehingga diperoleh cara-cara
pemecahannya yang dapat mendatangkan kepuasan kepada diri klien sendiri.
f.
Commitment : individu yang sehat perlu dapat mengembangkan sikap dan
perasaan komitmen dengan lingkungannya.
g.
Scientific
Thinking : berpikir irasional secara
objektif adalah tujuan dari konseling rasional emotif. Berpikir rasional bukan
hanya terhadap orang lain tetapi terhadap diri sendiri.
h.
Risk
Taking : mendorong dan membangkitkan
sikap keberanian dalam diri klien untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan
nyata, meskipun belum tentu berhasil.
i.
Self
Acceptance : penerimaan terhadap diri
sendiri, terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan rasa gembira dan
senang.
D.
Hubungan Pertolongan (Helping Relationship)
RET mempunyai karakteristik dalam Helping
Relationship sebagai berikut:
1.
Aktif
Direktif : artinya dalam hubungan konseling atau terapeutik di sini terapis
atau konselor lebih aktif dalam membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan
memecahkan masalahnya.
2.
Kognitif
Rasional : artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek
kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3.
Emotif
Eksperensial : bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif
klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional sekaligus membongkar
akar-akar keyakinannya yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.
Behavioristik
: artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya
perubahan behavioral (tingkah laku) dalam diri klien.
5.
Kondisional
: artinya bahwa hubungan dalam RET dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi
tertentu terhadap klien sebagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan
konseling.
E.
Fungsi dan Peranan Konselor dalam RET
1.
Konselor
bertugas mendorong dan meyakinkan kepada klien bahwa klien harus memisahkan
keyakinannya yang rasional dari keyakinannya yang irasional.
2.
Konselor
menunjukkan kepada klien bahwa berpikir yang ilogis sebenarnya adalah sumber
dari gangguan terhadap kepribadiannya.
3.
Konselor
mencoba mengarahkan klien untuk berpikir dan membebaskan ide-ide yang tidak
rasional.
4.
Mengajar
klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan ilmiah, objektif dan logis dalam
berpikir dan selanjutnya melatih diri untuk menghayati sendiri bahwa ide-ide
irasional hanya akan mengembangkan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat
menghancurkan atau merusak diri sendiri.
F.
Teknik-Teknik RET
1.
Teknik Assertive
Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan
membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan pola
perilaku tertentu yang diinginkan.
2.
Teknik Sosiodrama,
yaitu teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan klien, melalui suatu suasana yang didramasasikan sehingga klien dapat
secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan maupun melalui
gerakan-gerakan dramatis. Teknik dilakukan untuk melatih perilaku verbal dan
non verbal yang diharapkan dari klien.
3.
Teknik Self
Modeling, yakni teknik yang digunakan dengan meminta klien untuk berjanji
atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau
perilaku tertentu.
4.
Teknik Imitasi,
yakni teknik yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara terus
menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud melawan perilakunya sendiri
yang negatif.
5.
Teknik-teknik Behavioristik:
a.
Teknik Reinforcement,
yakni teknik yang digunakan untuk mendorong klien ke arah perilaku yang lebih
rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment.
b.
Teknik Social
Modeling, yakni teknik yang digunakan untuk membentuk perilaku-perilaku
baru pada klien. Model-model dalam Social Model, antara lain:
ü Live Model, digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu,
khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial,
interaksi dengan orang tua, orang dewasa, guru atau dengan teman-teman
sekelompoknya.
ü Filmed Model, suatu model perilaku yang di filmkan, sehingga klien dapat
mengimitasikan dan mengidentifikasi dirinya dengan model perilaku yang
dimunculkan dalam film.
ü Audio Tape Recorder Model.
6.
Teknik Counter
Conditioning : teknik ini untuk menanggulangi perilaku-perilaku
seperti anxiety, fearsi, phobia, defensive, dan perilaku maladaptive
lainnya. Beberapa jenis teknik Counter Conditioning antara
lain:
a.
Systematic
Desensitization, dalam
teknik ini konselor menciptakan suatu kondisi atau situasi tertentu yang secara
potensial merupakan penyebab dari munculnya perasaan negatif klien, namun
situasi itu memberikan keadaan rileks kepada klien itu sendiri.
b.
Relaxation, teknik ini digunakan bila kondisi klien sedang dalam tahap
pertentangan antara keyakinannya yang irasional dan menimbulkan ketegangan.
c.
Self
Control, teknik ini digunakan untuk
memodifikasi perilaku klien dengan jalan membangkitkan dan mengembangkan self
control-nya.
7.
Teknik-teknik
Kognitif : teknik ini digunakan dengan maksud melawan sistem keyakinan
yang irasional dari klien serta perilakunya yang negatif. Dengan sisitem ini
klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara
yang rasional dan logis. Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal ialah:
a.
Home
Work Assignment, dalam teknik
ini klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta
meninternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang
diharapkan.
b.
Bibliotherapy,
teknik ini digunakan untuk membongkar akar-akar keyakinan yang irasional dan
ilogis dalam diri klien serta melatih klien dengan cara-cara berpikir rasional
dan logis dengan mempelajari bahan-bahan bacaan yang telah dipilih dan
ditentukan oleh konselor.
c.
Diskusi,
melalui teknik ini klien dapat mempelajari pengalaman-pengalam orang lain serta
dapat menimba berbagai informasi yang dapat mempengaruhi dan mengubah
keyakinannya serta dapat berpikir yang irasional dan tidak objektif.
d.
Simulasi,
teknik ini digunakan untuk memberi kemungkinan kepada klien mempraktekan
perilaku-perilaku tertentu melalui suatu kondisi simulatif yang mendekati
kenyataan.
e.
Gaming, teknik ini terutama digunakan untuk melatih dan menempatkan kita
dalam peran tertentu.
f.
Paradoxical
Intention (keinginan yang berlawanan).
Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa seseorang yang mulai memperhatikan
keinginan atau hasrat yang tidak baik (negatif) dengan sendirinya akan menjadi
jera dengan jalan menciptakan kondisi hiperintention, yakni mempertinggi hasrat
atau keinginan, sehingga pada titik kulminasi tertentu orang itu akan
menghilangkan sama sekali keinginan itu.
g.
Assertive, teknik digunakan untuk melatih keberanian diri klien dalam
mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui role playing
atau social modeling.
Sumber :
Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of
Personality (7th ed.). New York: McGraw-Hill.
Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung
Mulia
https://cahyaintanp.wordpress.com/2015/04/04/terapi-psikoanalisis-sigmund-freud/
http://nuraenilee.blogspot.co.id/2012/07/2.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar