Terapi keluarga
adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga
bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof,
1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada
pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya,
klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa
terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut teori awal dari
psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab
dari perilaku maladaptive (Bateson et al,1956; Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan,
1953).
Penelitian
mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis
bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga
pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian ini
menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :
1.
The
Double Bind (Ikatan
Ganda) : Dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat salah satu
anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar keadaan
tetap stabil.
2.
Family
Homeostasis (Kestabikan
Keluarga) : Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam.
Adanya gangguan
dalam pola komunikasi keluarga adalah inti dari double bind. Ini
terjadi bila ‘korban’ menerima pesan yang berlawanan/bertentangan yang membuat
sulit bertindak konsisten dan memuaskan. Anak diberitahukan bahwa ia harus
asertif dan membela haknya namun diwaktu yang sama dia diharuskan menghormati
orangtuanya, tidak menentang kehendaknya, dan tidak pernah menanyakan/menuntut
kebutuhan mereka. Apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan. Keadaan ini
selalu ditutupi dan disembunyikan, sehingga si ‘korban’ tidak pernah menemukan
sumber dari kebingungannya. Jika komunikasi ini (double bind communication) terjadi
berulang kali, akan mendorong perilaku skizoprenik.
Kemudian timbul
kontrovesi mengenai teori double bind ini, khususnya dengan faktor
gentik dan sosiologi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia. Hal ini kemudian
melahirkan penelitian untuk pengembangan terapi keluarga.
Teori keluarga
memiliki pandangan bahwa keluarga adalah fokus unit utama. Keluarga inti secara
tradisional dipandang sebagai sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan
darah dan ikatan hukum. Fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar
antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap
individu. Untuk menjaga struktur mereka, sistem keluarga memiliki aturan,
prinsip-prinsip yang memungkinkan mereka untuk melakukan tugas-tugas hidup
sehari-hari. Beberapa peraturan yang dinegosiasikan secara terbuka dan
terang-terangan, sedangkan yang lain terucap dan rahasia. Keluarga sehat
memiliki aturan yang konsisten, jelas, danditegakkan dari waktu ke waktu tetapi
dapat disesuaikan dengan perubahan perkembangan kebutuhan keluarga. Setiap
anggota keluarga memiliki peranan yang jelas terkait dengan posisi sosial
mereka.
Terapi keluarga
sering dimulai dengan fokus pada satu anggota keluarga yang mempunyai
masalah. Khususnya, klien yang diidentifikasi adalah remaja laki-laki yang
sulit diatur oleh orang tuanya atau gadis remaja yang mempunyai masalah makan.
Sesegara mungkin, terapis akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga
atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga
mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi
keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering
percaya pada pemahaman tentang arti penting dari komunikasi
(Patterson, 1982).
Terapi keluarga
mengajarkan penyelesaian tanpa paksaan, mengajarkan orang tua untuk menetapkan
kedisiplinan pada anak-anak mereka, mendorong tiap anggota keluarga untuk
berkomunikasi secara jelas satu sama lain, mendidik anggota keluarga dalam
prinsip perubahan perilaku, tidak menekankan kesalahan pada satu anggota akan
tetapi membantu anggota keluarga apakah hyarapan terhadap anggota yang lain
masuk akal.
Pendekatan
berpengaruh yang lain disebut strategi atau terapi keluarga terstruktur
(Minuchin, 1974; Satir, 1967). Disini, terapis berusaha menemukan problem utama
dari masalah klien dalam konteks keluarga, bukan sebagai masalah individual.
Tujuannya adalah untuk mengurangi sikap menyalahkan yang mengarah pada
satu orang. Contohnya, terapis menyampaikan bahwa perilaku menentang dan
agresif dari remaja mungkin adalah tanda dari ketidakamanan remaja atau alasan
untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari ayahnya. Pada banyak keluarga yang
mengalami stress, pesan emosional begitu tersembunyi sehingga anggota keluarga
lebih sering berbicara tanpa berbuat. Mereka sering mengasumsikan bahwa mereka
dapat “saling membaca pikiran masing-masing”.
Terapis keluarga
biasa dibutuhkan ketika :
1.
Krisis
keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga
2.
Ketidak
harmonisan seksual atau perkawinan
3.
Konflik
keluarga dalam hal norma atau keturunan
B.
Unsur – Unsur Terapi Keluarga
Terapi keluarga
didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang terdiri dari 3
prinsip. Pertama adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan
saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek
perhubungan. Jadi, tidak ada anggota keluarga yang menjadi penyebab
masalah lain; perilaku tiap anggota tergantung pada perbedaan tingkat antara
satu dengan yang lainnya. Prinsip kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya
dapat dimengerti sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari
bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota
akan mempengaruhi yang lain. Prinsip ketiga adalah subjektivitas yang artinya
tidak ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga
mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.
Terapi keluarga tidak bisa digunakan
bila tidak mungkin untuk mempertahankan atau memperbaiki hubungan kerja antar
anggota kunci keluarga. Tanpa adanya ksadaran akan pentingnya menyelesaikan
masalah pada setiap anggota inti keluarga, maka terapi keluarga sulit
dilaksanakan. Bahkan meskipun seluruh anggota keluarga datang atau mau
terlibat, namun beberapa system dalam keluarga akan sangat rentan untuk
terlibat dalam terapi keluarga.
C.
Tujuan Terapi Keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan
dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga
tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang
sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi
ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau
keluarga dekat yang berpengaruh. Ada cara tercepat dalam terapi
dimana terapis keluarga membuat usaha untuk mempengaruhi seluruh anggota
keluarga dengan menunjukan cara dimana mereka berinteraksi dalam sesi keluarga
itu. Kemudian, setiap anggota keluarga diminta menyampaikan harapan untuk
perkembangan diri mereka sebaik mungkin, umumnya untuk menyampaikan komitmen
pada terapis.
Tujuan jangka panjang bergantung
pada bagian terapis keluarga, apakah sebagian besar yang dilakukan untuk
mengembangkan status mengenali pasien, klarifikasi pola komunikasi dlm
keluarga, dll. Dalam survey, responden diminta menyebut tujuan primer dan
sekunder mereka, untuk seluruh keluarga, kedalam 8 kemungkinan tujuan. Tujuan
yang disebut sebagai tujuan primer ‘mengembangkan komunikasi’ untuk seluruh
keluarga, ternyata lebih dipilih ‘mengembangkan otonomi dan individuasi’.
Sebagian memilih ‘pengembangan symptom individu’ dan ‘mengembangkan kinerja
individu’. Memfasilitasi fungsi individu adalah tujuan utama dari terapi
individual, tetapi para terapis keluarga melihat sebagai bukan yang utama dalam
proses perubahan keluarga yang luas, khususnya sistem komunikasi dan sikap
anggota keluarga yang menghormati anggota lainnya.
D.
Proses dan Teknik Terapi Keluarga
Dalam perjalanannya, untuk membedakan suatu dimensi dari
berorientasi individu ke sistem yang diorientasikan pemikiran, keluarga
therapists dapat diuraikan seperti kepala perguruan tinggi/
dirigen. Dirigen, sebagai pembanding, cenderung ke program dan
mengorganisir cara bekerja, menentukan agenda, menugaskan tugas, dan dengan
aktif menanyai dan mengajar. Dalam kasus Ackerman, ini mungkin dalam rangka
menghilangkan pengingkaran dan kemunafikan, menuntut anggota keluarga untuk
lebih membuka dengan dia dan dengan diri mereka. Ia menghadapi seksual,
agresif, dan perasaan tergantung. Cara nya besar, yakin, dan jujur. Satir, pada
sisi lain, menjadikan dirinya sebagai guru dan tenaga ahli
di komunikasi. Dia mengarahkan ke diskusi, dan menunjukkan
permasalahan dalam hal komunikasi. Dia menetapkan dirinya sebagai contoh
komunikasi yang jelas, penggunaan yang sederhana dan kata-katanya jelas, dan
menjelaskan prinsip nya kepada keluarga. Meskipun demikian terkait dengan segi
manusia yang lain yang dapat merasakan dan interaksi, dia pada dasarnya seorang
guru dan contoh yang memiliki kejelasan dalam berkomunikasi. Bagaimanapun,
apakah lebih sebagai kondektur atau reaktor, Ackerman dan Satir, semua keluarga
therapists perlu bermain suatu peran yang lebih aktif dibanding yang sudah
biasa dalam individu therapy. Therapist harus yang lebih memiliki kemampuan
dalam penggunaan kendali, melembutkan argumentasi, dan memandu diskusi. Terapi
keluarga meletakkan therapist dalam suatu hubungan yang berbeda dengan klien
nya dibanding dalam terapi kelompok atau individu. Ia tidak dimulai
dari dasar yang sama atau dari sama sama ketidak-tahuan. Anggota keluarga masuk
dengan suatu pengalaman umum; therapist adalah orang luar. Dalam pelaksanaan
bahkan untuk mengerti sindiran sindiran mereka untuk membagi bersama
pengalaman, ia harus belajar ke kultur keluarga, bahasa dan aturan. Therapist
harus sampai kepada dalamnya sistem keluarga memahami dan bekerja
dengan itu. Sekalipun begitu ia tidak bisa menjadi 'yang diatur & bagian
dari sistem', karena ia harus menyendiri dari itu dalam rangka memahami
aktivitas nya dan untuk memandu perubahan nya. Begitu, sisanya antar detasemen
dan keterlibatan menjadi yang lebih dikritisi dalam keluarga therapy dibanding
dalam bentuk lain psikoterapi. Cara-cara lain, adalah dengan berbagi
tugas yang umum dari semua therapists, untuk menyediakan suatu atmospir yang
mendukung dan aman untuk menghadapi pengalaman menyakitkan.
Therapy umumnya mulai dengan
usaha untuk menemukan apa yang sedang mengganggu keluarga dan apa yang mereka
harapkan melalui terapi ini. Sesi pertama atau kedua hanya boleh melibatkan
pasangan yang sudah menikah, dimana sebagai pemimpin menyangkut keluarga. Yang
secara khas cukup, masalah yang ada dikaitkan dengan perilaku yang menganggu
menyangkut pasien yang dikenali "Pemuda lontang lantung mogok sekolah, dan
menggunakan narkoba." Itu hampir suatu kebenaran mutlak bahwa semua anggota
keluarga tidak membagi dugaan yang sama tentang apa yang salah, mengapa masalah
datang, atau seberapa penting hal itu diharapkan untuk di tritmen bersama-sama.
Untuk memperjelas gabungan persepsi dan alasan adalah suatu awal tugas penting.
Dalam proses yang sama, therapis berusaha untuk mengkomunikasikan sebagian dari
peraturan utama, bahwa semua anggota akan diperlakukan sebagai individu, mereka
akan masing-masing diharapkan untuk mengambil bagian, dan poin-poin pandangan
mereka akan dihargai.
E.
Pendekatan Terapi Keluarga
1.
Network
therapy
Secara logika, terapi keluarga adalah perluasan dari simultan dengan
semua yang tersedia dari system kekeluargaan, teman, dan tetangga
serta siapa saja yang berkepentingan untuk memupuk rasa kekeluargaan
(Speck and Attneave, 1971).
2.
Multiple-impact
therapy
Multiple-impact therapy biasanya dapat membantu remaja
pada saat mengalami krisis situasi (MacGregor
et al.,1964). Tim kesehatan mental bekerja dengan keluarga yang
beramasalah selama dua hari. Setelah dibei pengarahan, anggota tim akan
dipasangkan dengan salah satua atau lebih anggota keluarga dengan
beberapa varisasi kombinasi. Mungkin ibu dan putrinya dapat ditangani oleh satu
orang terapist, sedangkan ayah ditangani secara individual sepert halnya anak
laki-lakinya. Bila dibutuhkan regroup diperbolehkan untuk mengeksplorasi maslah
keluarga yang rumit. Tujuan dari terapi adalah untuk reorganisasi sistem
keluarga sehingga dapat terhindar dari malfungsi. Diharapkan sistem keluarga
menjadi lebih terbuka dan adaptif, untuk itu terus dilakukan followup.
3.
Multiple-
family and multiple- couple group therapy
Masa kegiatan kelompok keluarga selanjutnya menimbulkan suatu keadaan yang biasa untuk membantu masalah emosional
(e.g., Laqueur, 1972). Model ini, partisipan tidak dapat memeriksa satu persatu dengan mentransaksi keluarga kecil mereka tetapi mengalami simultan mengenai masalah ekspresi oleh keluarga dan pasangan suami istri.Dengan demikian, terapi kelompok ini dapat menunjang pemikiran pada pasangan suami istri.
DAFTAR PUSTAKA
Becvar, Dorothy S. Becvar, Raphael
J. 1976. Family Teraphy (A systematic Intregation). Adivision of Simon
& Schester, Inc. Needham Height; Massachusetts.
Korchin, Sheldon J. 1976. Modern
Clinical Psychology. Basic Books, Inc. Publishers: New York.
Nietzel, Michael. 1998. Introduction
To Clinical Psychology. Simon & Schuster / Aviacom
Company. UpperSaddle River: New Jersey.
http://asmianifawziah.blogspot.co.id/2012/11/family-therapy-terapi-keluarga.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar