Istilah
psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli
psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan
Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh
atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah
psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai
“kekuatan ketiga” (a third force) karena humanistik muncul sebagai kritik
terhadap pandangan tentang manusia yang mekanistik ala behaviorisme dan
pesimistik ala psikoanalisa.
Menurut
aliran humanistik kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan
potensi yang terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalakan
pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk
belajar mengenai suatu pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan
respon individu yang bersifat pasif.
Ciri
dari kepribadian sehat adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan
atau individu yang terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu.
Aktualisasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap
individu, karena setiap individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk
menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Kepribadian yang
sehat menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1) Menjalani hidup
seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal
baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih
memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara
tradisi, otoritas, atau mayoritas.
4) Jujur;
menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi
orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung
jawab.
7) Bekerja keras
untuk apa saja yang ingin dilakukan.
B. Pendapat
Allport tentang Kesehatan Mental
Tujuh
kriteria kematangan menurut pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari
kepribadian sehat:
1) Perluasan
Perasaan Diri
Menurut
Allport, suatu aktivitas harus relevan dan penting bagi diri; harus berarti
sesuatu bagi orang itu. Apabila anda mengerjakan suatu pekerjaan karena anda
percaya bahwa pekerjaan itu penting, menantang kemampuan, membuat anda merasa
enak, maka anda merupakan seorang partisipan otentik dalam pekerjaan itu.
Aktivitas itu lebih berarti daripada pendapatan yang diperoleh dan memuaskan
kebutuhan-kebuthan lain juga. Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan
berbagai aktivitas atau orang atau ide, maka ia semakin sehat secara
psikologis. Diri menjadi tertanam dalam aktivitas-aktivitas yang penuh arti dan
menjadi perluasan perasaan diri.
2) Hubungan Diri
yang Hangat dengan Orang-orang Lain
Allport
membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain:
kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu. Orang yang
sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap
orangtua, anak, partner, teman akrab. Apa yang dihasilkan oleh kapasitas untuk
keintiman ini adalah suatu perasaan perluasan diri yang berkembang baik, syarat
lain bagi kapasitas keintiman adalah suatu perasaan identitas diri yang
berkembang dengan baik.
Perasaan
terharu, tipe kehangatan yang kedua adalah suatu pemahaman tentang kondisi
dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat
memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan,
ketakutan-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan cirri kehidupan
manusia. Empati ini timbul melalui “perluasan imajinatif” dan perasaan orang
sendiri terhadap kemanusiaan pada umumnya.
3) Keamanan
Emosional
Kepribadian-kepribadian
yang sehat juga mampu menerima emosi-emosi manusia. Kepribadian-kepribadian
yang sehat mengontrol emosi-emosi mereka, sehingga emosi-emosi ini tidak
mengganggu aktivitas-aktivitas antarpribadi, emosi-emosi diarahkan kembali ke
dalam saluran-saluran yang lebih konstruktif. Akan tetapi orang-orang yang
neurotis menyerah pada emosi apa saja yang dominant pada saat itu, berkali-kali
memperlihatkan kemarahan atau kebencian.
4) Persepsi
Realistis
Orang-orang
yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Sebaliknya, orang-orang yang
neurotis kerapkali harus mengubah realitas supaya membuatnya sesuai dengan
keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan mereka
sendiri. Orang-orang yang sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang
lain atau situasi-situasi semuanya jahat atau semuanya baik menurut suatu
prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana
adanya.
5) Keterampilan-keterampilan
dan Tugas-tugas
Allport
mengemukakan bahwa ada kemungkinan orang-orang yang memiliki
keterampilan-keterampilan menjadi neurotis, akan tetapi tidak mungkin menemukan
orang-orang yang sehat dan matang yang tidak mengarahkan keterampilan mereka
pada pekerjaan mereka. Allport mengutip apa yang dikatakan Harvey Cushing, ahli
badah otak yang terkenal, “satu-satunya cara untuk melangsungkan kehidupan
adalah menyelesaikan suatu tugas”. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti
dan perasaan kontinuitis untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kematangan dan
kesehatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting
melakukannya dengan dedikasi, komotmen, dan keterampilan-keterampilan.
6) Pemahaman Diri
Kepribadian
yang sehat mencapai suatu tingkat pemahaman diri yang lebih tinggi daripada
orang-orang yang neurotis. Orang yang sehat terbuka pada pendapat orang-orang
lain dalam merumuskan suatu gambaran diri yang objektif. Orang yang memiliki
suatu tingkat pemahaman diri (self objectification) yang tinggi atau wawasan
diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif
kepada orang lain. Allport juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki wawasan
diri yang lebih baik adalah lebih cerdas daripada orang yang memiliki wawasan
diri yang kurang.
7) Filsafah Hidup
yang Mempersatukan
Bagi
Allport rupanya mustahil memiliki suatu kepribadian yang sehat tanpa
aspirasi-aspirasi dan arah ke masa depan. Allport menekankan bahwa nilai-nilai
(bersama dengan tujuan-tujuan) adalah sangat penting bagi perkembangan suatu
filsafat hidup yang mempersatukan.
Memiliki
nilai-nilai yang kuat, jelas memisahkan orang yag sehat dari orang yang
neurotis. Orang yang neurotis tidak memiliki nilai-nilai atau hanya memiliki
nilai-nilai yang terpecah-pecah dan bersifat sementara sehingga tidak cukup
kuat untuk mengikat atau mempersatukan semua segi kehidupan.
Suara
hati juga ikut berperan dalam suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Suara
hati yang tidak matang atau neurotis sama seperti suara hati kanak-kanak, yang
patuh, membudak, penuh dengan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan yang
dibawa dari masa kanak-kanak ke dalam masa dewasa. Sedangkan suara hati yang
matang adalah suatu perasaan kewajiban dan tangggung jawab kepada diri sendiri
dan orang lain.
Sumber:
Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum.
Jakarta: Universitas Gunadarma
Schultz, D. (1991). Psikologi
Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
Lindsay,Gardner. Editor: Sugiyono.
1993. Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Kepribadian dan Behavioristik.
Kanisius : Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar