Follow Us @soratemplates

Jumat, 18 November 2016

Komunikasi Antara Pemilik Rumah Rajut Dengan Para Pekerja

23.06 0 Comments
Hari, tanggal   : Sabtu, 12 November 2016
Lokasi              : Bandung

1.      Dimensi isi
Dimensi isi adalah bagaimana pesan baik secara verbal ataupun non-verbal di sampaikan. Menurut saya, pesan yang disampaikan antara pemilik Rumah Rajut dengan para pekerjanya sangat baik. Sehinga meminimalisir miss komunikasi antara pemilik dengan para pekerjanya. Pesan yang disampaikan oleh pemilik dapat diterima secara utuh oleh para pekerjanya. Secara non-verbal pun, pemilik menggunakan komunikasi non-verbal ketika ada kesalahan dari para pekerjanya. Namun itu tidak berlangsung lama.

2.      Dimensi Kebisingan
Dimensi kebisingan yang terjadi di lingkungan Rumah Rajut sendiri tidak begitu berpengaruh kepada proses penyampaian pesan. Di dalam rumah produksi Rumah Rajut pun, hanya ditemukan kebisingan di level Study state – narrow band noise di tempat pekerja bekerja. Hal itu di hasilkan oleh benda-benda seperti kipas angin, dan suara mesin rajut yang sedang mengrajut sweater yang masih dalam tahap produksi.

3.      Dimensi Jaringan
Pemilik dari Rumah Rajut sendiri tidak hanya berbicara mengenai hal-hal tentang pekerjaan saja. Tetapi, apabila pekerjanya ada masalah yang di tampilkan oleh bahasa tubuh atau non-verbal, pemilik pun mengambil tindakan dengan cara mendengarkan apa masalahnya. Pemilik beranggapan, apabila pekerjanya ada masalah yang dia simpan sendiri, itu akan mempengaruhi proses produksi, dan akan berdampak kepada keseluruhannya. Maka dari itu, pemilik siap mendengarkan keluh kesah dari para pekerjanya yang mayoritas berasal dari kalangan wanita.

4.      Dimensi Arah
Menurut saya, proses komunikasi yang berjalan di Rumah Rajut ini bersifat dua arah. Dikarenakan pemilik tak sugnkan-sungkan menerima masukan dari para pekerjanya sepanjang itu membantu kinerja dari Rumah Rajut itu sendiri. Pemilik beranggapan bahwa, semakin banyak masukkan akan semakin baik untuk Rumah Rajut di kemudian hari. Sehingga, masukkan dari para pekerjanya dia tampung untuk menjadikan Rumah Rajut menjadi lebih baik. Lebih baik dari segi kualitas produk, maupun dari segi kualitas pelayanannya.








Selasa, 08 November 2016

ANALYSIS SWOT PT UNILEVER

15.47 2 Comments
Unilever Indonesia di dirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever. Pada 22 Juli 1980, nama perusahaan di ubah menjadi PT Lever Brothers Indonesia dan pada 30 Juni 1997 nama perusahaan di ubah menjadi PT Unilever IndonesiaTbk. Unilever Indonesia mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1981 dan mempunyai lebih dari 1000 supplier.

Analisis SWOT

Ø  Strengths (Kekuatan):
  1.        Strategi promosi produk PT Unilever yang efektif dengan menampilkan model-model yang tipikal muda, berkulit putih, berambut panjang, sehingga memacu konsumen (lebih spesifik perempuan) untuk membeli produk tersebut agar dapat mengalami sendiri hasil yang diterima si model dalam iklan tersebut.
  2.       PT Unilever gencar di misi sosial, sehingga kedekatan dengan konsumen dapat terus terjaga. Hal ini terlihat dari pembelanjaan iklan dan promosi yang telah mendorong pertumbuhan penjualan di tengah pasar yang kompetitif. PT Unilever Indonesia sebagai salah satu perusahaan dengan belanja iklan terbesar menurut majalah marketing (top Brand Survey, edisi khusus 2007).
  3.      PT Unilever sudah memiliki jaringan distribusi sendiri sehingga distribusi produknya hingga ke daerah-daerah dapat terlayani.
  4.    PT unilever mempunyai moto “operational excellent with no compromise on quality”. Unilever dalam menjalankan operasinya dijalankan dengan baik tanpa mengabaikan kualitas produk.
  5.      Perencanaan baik dan kerja sama erat dengan para pemasok, konsumen dan distributor untuk menghantar produk-produk dari pabrik ke tempat-rempat penjualan.

Ø  Weaknesses (Kelemahan)
  1.     PT Unilever memiliki struktur matriks, yang terdapat beberapa tantangan yang mesti di hadapi perusahaan yaitu pertama, sulitnya koordinasi kegiatan antar departemen yang mempunyai agenda dan jadwal sendiri-sendiri. Kedua, komunikasi pada karyawan yang bisa menerima pesan yang berbeda-beda. Dan ketiga, resolusi konflik antara inisiatif dari dukungan departemen (SDM, keuangan, dan lain-lain) dengan departemen lini produk yang biasanya sangat berorientasi komersial.
  2.       Rendahnya respon pasar terhadap produk-produk tertentu.
  3.       Jumlah karyawan yang tambun.
  4.       Ketidakjelasan sertifikat halal untuk produk tertentu.
  5.       Mayoritas produk Unilever memiliki entry barrier rendah.

Ø  Opportunities (Kesempatan)
  1.    Stabilitas ekonomi yang relatif baik dengan pertumbuhan yang menggembirakan bagi ekonomi Indonesia sebesar 6.3%.
  2.     Pertumbuhan ekonomi yang kuat di wilayah pulau-pulau seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
  3.       Tingginya kepuasan konsumen terlihat dari predikat prima indeks kepuasan konsumen.
  4.       Banyaknya pemain pasar nasional yang belum memiliki cara produksi kosmetik yang baik.
  5.       Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat akan jenis produk consumer goods.

Ø  Threats (Ancaman)
  1.      Adanya kenaikan biaya bahan baku dan bahan kemasan seperti minyak kelapa sawit, gula kelapa, dan bahan berbahan dasar petroleum yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak, bahan kimia dan komoditas lainnya.
  2.       Tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
  3.       Melemahnya daya beli konsumen.
  4.       Maraknya pemalsuan dan penyelundupan produk dari cina.
  5.     Rendahnya infrastruktur yang memadai berupa jalan yang menyebabkan tingginya biaya pemasaran produk.

Senin, 09 Mei 2016

SELF-DIRECTED CHANGES

20.54 0 Comments
A.    Konsep dan Penerapan Self Directed Changes
            Self Directed Changes adalah langkah-langkah dalam elemen dasar untuk meningkatkan kompetensi orang dewasa. Artinya teori ini menjelaskan bagaimana seseorang mengubah dirinya kearah yang lebih baik. Dalam teori ini, seseorang akan mendapat dorongan untuk berubah ketika ia berada dalam kodisi seperti ini:
ü  Individu merasa tidak puas terhadap kondisi aktual dirinya saat ini (actual)
ü  Tetapi individu memiliki gambaran yang jelas tentang kondisi ideal yang ingin dicapai (ideal)
ü  Individu mempunyai gambaran jelas tentang apa yang harus dilakukan agar dapat mencapai kondisi ideal yang berawal dari kondisi actual (action step)
            Artinya individu harus merasa tidak puas terhadap kondisinya dan mempunyai keinginan untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Tapi hal yang paling penting adalah individu harus tahu langkah-langkah yang harus individu jalani agar dapat mencapai kondisi yang ingin dia capai. Artinya individu harus dapat mengenal dirinya dengan baik, juga mengerti seluk beluk tujuan yang ingin digapainya. Self Directed Change mempunyai tahapan terapan sebagai berikut:
1.      Meningkatkan Kontrol Diri
    Definisi kontrol diri atau self control adalah kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada. Goldfried dan Merbaum, mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif. Artinya individu harus dapat bisa meningkatkan kontrol diri agar dapat menuju konsenkuensi positif yang didalam ini adalah kondisi actual step.

2.      Menetapkan Tujuan
         Tujuan sangat penting untuk menambah motivasi untuk berubah, dengan adanya tujuan kita dapat mengetahui langkah-langkah yang harus disusun untuk menuju tujuan tersebut, tapi yang terpenting kita harus mempunyai tujuan terlebih dahulu. Tujuan terbersar bisa didukung juga dengan target-target kecil yang sebenarnya mendukung untuk menuju tujuan terbesar.

3.      Pencatatan Perilaku
         Begitu tujuan sudah ditetapkan hal berikutnya adalah menyusun langkahnya. Langkah awal adalah pencatatan perilaku. Di sini perilaku yang baik dan buruk perlu dicatatat. Perilaku buruk yang dicatatat adalah perilaku yang perlu dirubah untuk mencapai kondisi ideal. Sedangkan perilaku yang baik juga perlu dicatatat agar dapat mengetahui apakah dalam diri individu terdapat perilaku yang mendukung untuk menuju kondisi ideal, bila ada perilaku itu perlu dipertahankan.

4.      Menyaring Anteseden Perilaku
            Individu harus menuliskan perilaku yang ingin dirubah, dari sana individu akan dapat melihat konsenkuensi dan kerugian yang ada. Dari sini dapat menuju tahap berikutnya

5.      Menyusun Konsenkuensi yang Efektif
          Setelah kita sudah memulai mengontrol beberapa kondisi yang memicu perilaku atau kebiasaan kita. Meningkatkan pengendalian diri, maka terdiri dari mengatur konsekuensi dari perilaku kita sehingga orang lain menerima perilaku yang kita yang sudah berubah. Perlu diingat juga saat kita merubah perilaku banyak konsekuensi yang harus dipikirkan, konsenkuensi terhadap diri sendiri maupun orang lain.

6.      Menerapkan Rencana Intervensi
         Ketika kita sudah menyusun hal-hal diatas, artinya selanjutnya adalah merancang tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan. Apa saja yang harus dibuat, dan kondisi apa saja yang harus dibuat untuk melakukan tahapan-tahapan perubahan perilaku. Kemudian jalankan semuanya.

7.      Evaluasi
      Selanjutnya individu harus sering melihat dirinya, maksudnya mengevaluasi apakah sudah terjadi perubahan, atau individu tetap sesuai di rencana yang ia susun, apakah target-target yang disususun sudah mulai tercapai samapai ke tujuan terbesarnya.

Sumber:
Spencer,M.Lyle and Spencer,M.Signe, 1993, Competence at Work:Models for Superrior Performance, John Wily & Son,Inc,New York,USA

Dayakisni, Tri & Hudaniah (2003). Psikologi Sosial. UMM Press. Malang

Gibbons, Maurice. (2002). The Self Directed Learning Handbook Challenging Adolescent Student to Exel. San Fransisco: Jhon Wiley & Sons, Inc.


PEKERJAAN DAN WAKTU LUANG 2

20.50 0 Comments
A.    Penyesuaian Diri Dalam Pekerjaan
            Ketika nilai-nilai dan kemampuan yang cocok dengan Pola Kemampuan Kerja dan Pola penguat Kerja, konselor memiliki tiga alat yang tersedia: Pentingnya Minnesota Kuesioner bentuk laporan, manual GATB (Departemen Tenaga Kerja Amerika, 1979), dan Minnesota Occupational Reinforcer Patterns (MOSC). Semua dapat membantu dalam mengidentifikasi pekerjaan. Yang berguna bagi klien untuk mengeksplorasi lebih lanjut. Selain itu, konsep yang relatif baru namun bermanfaat adalah bahwa gaya penyesuaian. Konsep ini menyangkut tingkat kesesuaian antara orang dan lingkungan. Empat kualitas ini cocok menggambarkan: fleksibilitas, keaktifan, reactiveness, dan ketekunan. Semua alat ini dapat membantu klien dan konselor menggunakan kekayaan informasi dan mempersempit jumlah alternatif kerja sehingga klien dapat memiliki sejumlah pilihan. Ketika klien mengambil Minnesota Importance Questionnaire, mereka menerima nilai pada enam nilai-nilai dan kebutuhan dijelaskan sebelumnya 20 pada 90 sebuah pekerjaan.
            Dalam hal dunia kerja pentingnya diri sendiri untuk menyesuaikan dengan pekerjaan tersebut, penyesuain diri pekerjaan ini sangat penting untuk memahami kepuasan kerja, penyesuain dalam persediaan dan permintaan dan pergantian pekerjaan. Hal ini sangat wajar dalam di dunia pekerjaan.
            Pengertian Kepuasaan Kerja menurut Wexley dan Yukl : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.



B.     Waktu Luang
            Memanfaatkan waktu luang dengan positif bias saja dengan berolahraga, membaca buku, menghabiskan waktu bersama dengan keluarga atau orang yang terkasih. Memanfaatkan waktu luang yang bermanfaat dan berguna.

Sumber:
Atwater, E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed., Prentice Hall, New Jersey


Schultz, D., 1983, Psikologi Pertumbuhan, Model-Model kepribadian yang Sehat, Kanisius, Yogyakarta

PEKERJAAN DAN WAKTU LUANG 1

20.46 0 Comments





 Ilustrasi karyawan
© Monkey Business Images /Shutterstock



A.    Mengubah Sikap Terhadap Pekerjaan
            Awalnya individu harus mengerti apa nilai pekerjaaan itu. Nilai pekerjaan seseorang bergantung dengan bagaimana individu itu melihat pekerjaan itu sendiri. Umumnya pekerjaan dinilai sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk kemajuan manusia, baik kemajuan rohani maupun jasmani. Pekerjaan memerlukan pemikiran yang sadar sehingga bisa dengan bebas dapat mengarahkan kegiatannya kepada suatu tujuan tertentu. Dan tujuan yang dicari dalam pekerjaan yaitu menjadikan pekerja menjadi “baik”. Baik disini maksudnya adalah menjadikan pekerja lebih terpenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, dan mereka menghindari aktifitas mereka yang menjadikan mereka “buruk”. Dan disini atasan juga berperan penting dalam mengubah sikap karyawan mereka agar dapat bekerja lebih keras dan mencapai kinerja pekerjaan yang lebih tinggi. Karyawan diusahakan supaya menyukai pekerjaan yang ia dapatkan agar dapat menghasilkan kinerja yang baik. Manajer dalam mengubah sikap karyawan juga harus memiliki kemampuan yang tepat, misalnya diberi bonus jika bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Diberikan reward dan punishment kepada karyawan tersebut, sehingga memunculkan sikap take and give. Ada pula hal-hal yang dicari dalam pekerjaan adalah sebagai berikut:
1.      Mencari Penghasilan
            Hal ini adalah hal yang paling dasar yang mendorong seseorang untuk bekerja.  Untuk mencari nafkah (uang), untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarga. Hal ini juga yang biasa digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih suatu pekerjaan. Semakin besar gaji (uang) yang ditawarkan oleh pekerjaan tersebut, maka semakin menarik perkerjaan itu. Banyak orang yang berpindah-pindah kerja untuk mencari gaji yang lebih tinggi.

2.      Pengembangan Diri
            Adalah tabiat manusia untuk ingin berkembang menjadi lebih baik. Orang bekerja karena mereka ingin mencari pengembangan (potensi) diri mereka. Mereka akan  mencari pekerjaan dimana mereka dapat mengembangkan diri mereka disana. Pekerjaan dengan jenjang karir bagus dimana berarti ada peluang pengembangan diri selalu menjadi incaran. Pertimbangan yang lain adalah korelasi pekerjaan dengan bidang keilmuan dan minat mereka.
Keseusaian ini akan mempermudah dalam pekerjaannya, dan sebagai salah satu bentuk pengembangan diri mereka.

3.      Mencari Teman/Sarana Bersosialisasi
            Manusia adalah makhluk sosial yang perlu untuk bersosialisasi. Maka manusia perlu bekerja untuk menambah teman dan relasi mereka. Sebagai media dan tempat mereka untuk bersosialisasi. Dalam hal ini faktor yang menjadi pertimbangan adalah lingkungan kerja dan juga rekan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan rekan kerja yang kooperatif menjadi pertimbangan seseorang dalam memilih suatu perkerjaan.

4.      Mencari Kebanggaan/Kehormatan Diri
            Hal lain yang dicari oleh orang dengan bekerja adalah kebanggaan dan kehormatan diri. Orang yang mencukupi kebutuhan dirinya dengan bekerja lebih terhormat dibandingkan orang yang tergantung pada orang lain. Pada beberapa orang, kehormatan diri juga bergantung  dari  jenis pekerjaan, tempat kerja  dan nama perusahaan. Ada orang yang merasa lebih terhormat dengan bekerja sebagai pegawai kantoran. Dan ada juga orang yang bangga dengan bekerja di perusahaan top.

            Umumnya psikologi digunakan dalam bidang HRD dalam sebuah perusahaan untuk menentukan bagaimana seorang individu ditempatkan di sebuah bdiang pekerjaan. Juga mengatur bagaimana prestasi seorang pekerja akan dinilai dan direward. HRD juga bekerja di bagian manajemen SDM, mereka juga menilai motivasi kerja, kepuasan kerja serta moral dari seorang pekerja.



B.     Proses Mencari Pekerjaan
            Proses perkembangan dalam pemilihan pekerjaan bagi individu dijelaskan oleh Donald Super. Perkembangan pemilihan karier pekerjaan dibagi menjadi lima tahap, yaitu :
Ø  Cristalization
            Individu berusaha mencari berbagai bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal dan nonformal untuk persiapan masa depan hidupnya.

Ø  Spesification
            Individu akan meneruskan pendidikannya pada jenjang khusus yang sesuai dengan minat-bakatnya. Masa spesifikasi ini lebih mengarah pada jalur pendidikan yang menjurus pada taraf professional atau keahlian.

Ø  Implementation
            Individu mulai menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh pada masa sebelumnya, secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan bidang keahlian atau profesi nya. Misalnya setelah ia lulus dalam pendidikan psikologi nya ia berprofesi sebagai seorang psikolog

Ø  Stabilization
            Individu menekuni bidang profesinya sampai benar-benar ahli di bidangnya sehingga individu dapat mencapai prestasi puncak. Taraf ini ditandai dengan prestasi individu menduduki posisi penting, misalnya direktur perusahaan,dsb

Ø  Consolidation
            Setelah mencapai puncak karier, individu mulai memikirkan kembali sesuatu yang telah dilakukan selama ini baik yang berhasil maupun yang gagal.

            Fase remaja sangat penting untuk dilalui oleh anak-anak karena akan memengaruhi masa depan mereka. Terutama dalam hal bagaimana anak-anak mendeskripsikan siapa diri mereka serta bagaimana mereka bersikap terhadap lingkungan mereka di masa depan. Jika anak-anak gagal menjalani fase remaja dengan baik, maka tugas-tugas perkembangan mereka di fase usia selanjutnya akan rentan terganggu. Apalagi tugas perkembangan yang utama dilakukan dalam fase remaja adalah untuk mencari identitas diri. Identitas diri mencakup bagaimana seorang anak melihat diri mereka, bagaimana mereka menilai kelebihan dan kekurangannya, bagaimana mereka menentukan bayangan sosok ideal yang mereka ingin perankan, serta bagaimana mereka menentukan bayangan masa depan yang mereka inginkan. Ketika anak-anak pada usia ini gagal mengetahui siapa identitas mereka, maka mereka akan mengalami kebingungan yang akan rentan berdampak pada tugas-tugas perkembangan mereka selanjutnya.
            Proses mencari identitas diri juga bukanlah suatu hal yang mudah. “Anak-anak harus mengeksplorasi diri mereka di dalam lingkungan serta menghadapi tantangan lingkungan, sementara di waktu yang bersamaan mereka juga mengalami perubahan-perubahan di aspek fisik, kognitif, dan psikologis, yang membuat mereka harus beradaptasi,” lanjut Pustika. Proses yang tidak mudah inilah yang membuat anak-anak kerap terkesan “labil”.

C.    Memilih Pekerjaan yang Cocok
            Untuk memilih pekerjaan yang cocok dengan diri sendiri pertama-tama kita harus bisa mengetahui karakteristik kita sendiri. Biasanya kita dapat mengikuti tes-tes psikologi yang tersedia, atau umumnya saat kita mau melamar pekerjaan kita diberikan tes psikologi yang menilai dimana seorang pekerja akan ditempatkan nantinya ketika ia sudah diterima. Ada pula ketika sekolah individu dapat mencari tahu bakat dan minat dirinya dari tes-tes psikologi yang diberikan sekolahnya dahulu. Atau bahkan kita dapat mengobservasi diri kita sendiri, mencari bagaimana gaya belajar kita, apa minat dan hal yang kita senangi. Dari hasil-hasil tersebut kita dapat memilih pekerjaan yang cocok dengan karakteristik kita. Contoh-contoh karakteristik adalah seperi: Orang yang memiliki perpaduan Koleris dan Sanguin (atau sebaliknya), biasanya memiliki kemampuan untuk memimpin karena semangat dan kepercayaan dirinya tinggi, cocok untuk bekerja dalam posisi yang harus memimpin orang lain. Orang yang memiliki perpaduan Sanguin dan Plegmatis (atau sebaliknya), biasanya memiliki kemampuan dalam membina relasi dan persahabatan, dapat bekerja di bidang konseling atau bidang pelayanan social atau bidang pelayanan lainnya. Orang yang memiliki perpaduan Plegmatis dan Melankolis (atau sebaliknya), biasanya punya kemampuan untuk menganalisa karena ketelitian dan kecermatannya, bisa bekerja dalam bidang adiministrasi atau keuangan. Orang yang memiliki perpaduan Melankolis dan Koleris (atau sebaliknya), biasanya punya semangat kerja dan produktivitas yang sangat tinggi. Itu hanyalah beberapa contoh dari banyaknya karakteristik yang ada untuk menemukan bidang pekerjaan yang tepat. Dengan mengetahui karakteristik yang individu miliki, kita dapat bekerja dengan efektif dan produktif karena adanya ketepatan dengan karakteristik yang kita miliki.

Sumber:
Atwater, E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed., Prentice Hall, New Jersey

Schultz, D., 1983, Psikologi Pertumbuhan, Model-Model kepribadian yang Sehat, Kanisius, Yogyakarta


Senin, 25 April 2016

CINTA DAN PERKAWINAN

17.11 0 Comments



 Ilustrasi
© Vladimir Gjorgiev /Shutterstock

A.    Memilih Pasangan
            Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik. Bila ingin pintar, seseorang harus rajin belajar, bila ingin kaya seseorang harus berhemat, begitu pula tentang pasangan hidup. Bila menginginkan pasangan hidup yang baik maka kita juga harus baik.
            Tidak ada sesuatu di dunia ini yang dapat dengan mudah kita peroleh tanpa adanya pengorbanan. Segala sesuatu ada harga-nya termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup yang baik. Ya, dimulai dari diri sendiri. Bila kita bercita-cita untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik, maka kita sendiri harus baik. Percayalah, Tuhan telah memasangkan manusia sesuai dengan karakter dan derajat mereka masing-masing. Manusia yang baik hanyalah untuk manusia yang baik pula, begitu pula sebaliknya.
            Julianto Simanjuntak dalam bukunya, menekankan bahwa dalam memilih pasangan harus ada kesepadanan alias kecocokan. Karena ketika pada awal-awal berpacaran, kita sering lupa mengenali kepribadian dan latar belakang pasangan. Jadi, cinta itu bukan hanya sekedar mencintai atau dicintai. Tapi juga dituntut memahami latar belakang dan kepribadian pasangan anda dengan sepenuhi hati.

B.     Hubungan Dalam Perkawinan
            Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach, mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan, yaitu :
1.      Tahap pertama : Romantic Love
            Tahap ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.



2.      Tahap kedua : Dissapointment or Distress
            Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.  Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.

3.      Tahap ketiga : Knowledge and Awareness
            Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk  menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.

4.      Tahap keempat: Transformation
            Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku  yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.



5.      Tahap kelima: Real Love
            Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
            Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti.  Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya.

C.    Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
            Hirning dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu lebihkompleks dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki perkawinan harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego, dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka, termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan pekerjaan.
            Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaianperkawinan adalah bahwa dua individu belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan.
      Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan,kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan. Banyak faktor sosial dan demografis yang ditemukan memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan :
a.       Usia
         Udry dan Schoen (dalam Dyer, 1983)mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah apabila pasangan menikah pada usia yang sangat muda, yaitu laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan, dimana bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati, dan tidak bahagia. Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan untuk menerima tanggung jawab dari perkawinan tersebut. Tapi dalam hal perbedaan usia, penelitian ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada penelitian menemukan bahwa akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki usia yang sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada penelitian lain juga ditemukan bahwa usia yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson & Nelson, dalam Dyer, 1983).

b.      Agama
          Hubungan antara agama dan penyesuaianperkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun. Walaupun begitu, selalu ditemukan hasil yang berbeda-beda dan selalu tidak konsisten. Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama di ketiga agama tersebut.



c.       Ras
     Sejauh ini tidak ada penelitian khusus penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar ras sebagai variabelnya. Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa perkawinan antar ras penuh resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit yang mendukung pandangan ini (Udry, dalam Dyer, 1983). Penelitian yang dilakukan Monahan (dalam Dyer, Universitas Sumatera Utara331983) pada perkawinan antar ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan kulit putih dan putih. Dimana perbedaan sosial dan kultur masih tetap ada dan larangan pada perkawinan antar ras masih kuat, mereka berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan berusaha kuat untuk menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka masing-masing

d.      Pendidikan
        Data dari survei nasional mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan dengan kebahagiaan perkawinan. Penelitian terhadap perbedaan pendidikan pada pasangan dengan penyesuaian perkawinan belum sepenuhnya jelas, karena ada pendapat yang mengatakan bahwa pasangan dengan tingkat pendidikan yang sama akan lebih puas dengan perkawinannya dan hasil penelitian yang lain juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan tingkat pendidikan suami istri dengan penyesuaianperkawinan (Terman; Burgess & Wallin, dalam Dyer, 1983).



e.       Keluarga Pasangan
      Salah satu hal yang harus dihadapioleh pasangan yang baru menikah adalah bagaimana mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan sanak saudara setelah menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky, dalam Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumah tangga.

D.    Perceraian dan Pernikahan Kembali
            Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya.
            Penelitian menunjukan bahwa penduduk lansia Amerika hampir akan berlipat ganda pada tahun 2050, menurut laporan Pew Research. Seperti baby boomer memasuki masa pensiun, perhatian ada siapa yang akan merawat mereka dengan bertambahnya usia mereka. Secara tradisional, anak-anak telah menerima tanggung jawab pengasuhan, tapi peran-peran pengasuhan menjadi kabur karena keluarga lebih banyak terpengaruh oleh perceraian dan pernikahan kembali dibandingkan dekade sebelumnya. Lawrence Ganong, seorang profesor dan co-kursi di Departemen MU Pembangunan Manusia dan Studi Keluarga di Fakultas Ilmu Lingkungan Manusia (HES), mempelajari bagaimana perceraian dan pernikahan kembali mempengaruhi keyakinan tentang siapa yang harus merawat kerabat penuaan. Dia menemukan bahwa kualitas hubungan, riwayat saling membantu, dan keputusan sumber daya mempengaruhi ketersediaan tentang siapa yang peduli untuk orang tua dan orang tua tiri. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi kan pengalaman, tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik lagi dari pernikahan sebelumnya.

E.     Alternatif selain Pernikahan
            Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang. Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
          Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah. Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati.

Sumber:
Julianto,Simanjuntak.2012. Banyak Cocok Sedikit Cekcok, Seni Memilih Teman Hidup dan Berpacaran Dewasa.Jakarta:Yayasan Peduli Konseling Nusantara (PELIKAN)